Pengadilan tinggi Eropa mendukung seorang wanita yang suaminya bercerai

Pengadilan hak asasi manusia Link Casino tertinggi Eropa pada hari Kamis memutuskan mendukung seorang wanita Prancis berusia 69 tahun yang suaminya memperoleh perceraian dengan alasan bahwa dia berhenti berhubungan seks dengannya.

Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa (ECHR) mengecam Prancis, dengan mengatakan seorang wanita yang menolak berhubungan seks dengan suaminya tidak boleh dianggap “bersalah” oleh pengadilan jika terjadi perceraian.

Pengadilan yang berpusat di Strasbourg mengatakan Prancis melanggar pasal 8 Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia, yang berkaitan dengan hak untuk menghormati kehidupan pribadi dan keluarga.

Dikatakan bahwa setiap konsep tugas perkawinan perlu memperhitungkan “persetujuan” sebagai dasar hubungan seksual.

“Menurut pandangan Pengadilan, persetujuan untuk menikah tidak dapat menyiratkan persetujuan untuk hubungan seksual di masa mendatang,” kata pengadilan dalam rilis berita . “Penafsiran seperti itu sama saja dengan menyangkal bahwa pemerkosaan dalam pernikahan bersifat tercela. Sebaliknya, persetujuan harus mencerminkan keinginan bebas untuk terlibat dalam hubungan seksual pada saat tertentu dan dalam keadaan tertentu.”

Putusan tersebut datang dari panel tujuh hakim dari tujuh negara berbeda: Spanyol, Prancis, Armenia, Monako, San Marino, Republik Ceko, dan Ukraina.

Ibu empat anak itu, yang tidak mau disebutkan namanya, memuji putusan tersebut.

“Saya berharap keputusan ini akan menandai titik balik dalam perjuangan hak-hak perempuan di Prancis,” katanya dalam sebuah pernyataan. “Kemenangan ini diperuntukkan bagi semua perempuan yang, seperti saya, menghadapi putusan pengadilan yang menyimpang dan tidak adil yang mempertanyakan integritas tubuh dan hak privasi mereka.”

Putusan itu muncul saat masyarakat Prancis memperdebatkan konsep persetujuan.

Para pembela hak-hak perempuan mengatakan gagasan “persetujuan” harus ditambahkan ke hukum Prancis yang mendefinisikan pemerkosaan.

Wanita itu tidak mengeluhkan tentang perceraian, yang juga telah dimohonnya, tetapi lebih kepada alasan mengapa perceraian itu dikabulkan, kata pengadilan.

Pengadilan mengidentifikasi dia hanya sebagai HW, dan mengatakan dia tinggal di Le Chesnay di pinggiran barat Paris.

“Pengadilan menyimpulkan bahwa keberadaan kewajiban perkawinan semacam itu bertentangan dengan kebebasan seksual, (dan) hak atas otonomi tubuh,” kata pernyataan dari pengadilan.

“Setiap tindakan seksual yang tidak berdasarkan persetujuan bersama merupakan bentuk kekerasan seksual,” tambah pernyataan itu.

Pengadilan yang berpusat di Strasbourg mengatakan pengadilan Prancis belum mencapai “keseimbangan yang adil antara berbagai kepentingan yang saling bersaing.”

“Suami pemohon bisa saja mengajukan permohonan cerai, dengan mengajukan alasan putusnya pernikahan yang tidak dapat diperbaiki sebagai alasan utama, dan bukan, seperti yang telah dilakukannya, sebagai alasan alternatif,” demikian temuan pengadilan.

Wanita itu dan JC menikah pada tahun 1984 dan memiliki empat orang anak, termasuk seorang putri cacat yang membutuhkan kehadiran orang tua terus-menerus, peran yang diambil alih oleh ibunya.

Hubungan antara suami dan istri memburuk saat anak pertama mereka lahir. Sang wanita mulai mengalami masalah kesehatan pada tahun 1992.

Pada tahun 2002, suaminya mulai menyiksanya secara fisik dan verbal, kata pengadilan.

Pada tahun 2004, dia berhenti berhubungan seks dengannya dan pada tahun 2012 mengajukan gugatan cerai.

Pada tahun 2019, pengadilan banding di Versailles menolak tuntutan wanita tersebut dan memihak suaminya, sementara Pengadilan Kasasi menolak banding tanpa memberikan alasan spesifik.

Ia beralih ke ECHR, yang bertindak sebagai pengadilan tingkat terakhir di mana semua upaya hukum domestik telah habis, pada tahun 2021.

“Mustahil bagi saya untuk menerima hal ini dan membiarkannya begitu saja,” kata wanita itu.

“Keputusan Pengadilan Banding yang menghukum saya tidak sesuai dengan masyarakat beradab, karena keputusan tersebut menolak hak saya untuk tidak menyetujui hubungan seksual, merampas kebebasan saya untuk membuat keputusan tentang tubuh saya,” katanya.

“Ini memperkuat hak suami saya dan semua istri untuk memaksakan keinginan mereka.”

Kasusnya didukung oleh dua kelompok hak asasi manusia, Fondation des Femmes (Yayasan Perempuan) dan Collectif Feministe Contre Le Viol (Kolektif Feminis Melawan Pemerkosaan).

Emmanuelle Piet, ketua Feminist Collective Against Rape, memuji keputusan pengadilan tersebut.

“Nona W menghabiskan waktu lima belas tahun untuk memperjuangkan hal ini, dan berakhir dengan kemenangan, bravo,” katanya kepada kantor berita Reuters . “Ketika Anda dipaksa melakukan hubungan seksual dalam pernikahan, itu adalah pemerkosaan.”

Sementara sistem peradilan pidana Prancis menghapuskan kewajiban perkawinan pada tahun 1990, “hakim sipil terus memaksakannya melalui visi perkawinan yang kuno,” kata mereka.

“Sejak saat ini, pernikahan bukan lagi perbudakan seksual,” kata Delphine Zoughebi, anggota tim pembela perempuan tersebut. “Keputusan ini semakin mendasar mengingat hampir satu dari dua pemerkosaan dilakukan oleh pasangannya.”

ECHR merupakan bagian dari badan hak asasi manusia pan-Eropa yang beranggotakan 46 orang di Dewan Eropa. Badan ini menegakkan Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia dan putusannya mengikat secara hukum dan tidak bersifat nasihat.

Gerakan Literasi Nasional Dorong Minat Baca Generasi Muda

Di era digital yang serba cepat ini, kemampuan membaca dan menulis menjadi keterampilan yang sangat penting untuk mengakses informasi, berpikir kritis, dan mengembangkan potensi diri. Namun, tantangan terbesar yang dihadapi Indonesia adalah rendahnya minat baca di kalangan generasi muda. Menyadari hal tersebut, pemerintah melalui Gerakan Literasi Nasional (GLN) berupaya untuk mengatasi masalah ini dengan mendorong peningkatan minat baca di kalangan pelajar dan masyarakat secara umum. Gerakan ini diharapkan dapat menciptakan budaya literasi yang lebih kuat dan berkelanjutan di Indonesia.

Apa Itu Gerakan Literasi Nasional?

Gerakan Literasi Nasional (GLN) merupakan suatu inisiatif yang dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia untuk meningkatkan kemampuan literasi di seluruh lapisan masyarakat. Tujuan utamanya adalah untuk menumbuhkan budaya membaca, menulis, serta kemampuan berpikir kritis yang diperlukan untuk menghadapi tantangan global. GLN tidak hanya mencakup pembelajaran di sekolah, tetapi juga melibatkan keluarga, komunitas, dan berbagai instansi terkait dalam menciptakan lingkungan yang mendukung literasi.

Peningkatan Minat Baca di Kalangan Generasi Muda

Salah satu fokus utama dalam Gerakan Literasi Nasional adalah mendorong generasi muda untuk membaca lebih banyak, karena mereka merupakan masa depan bangsa yang akan menentukan arah kemajuan Indonesia. Meskipun perkembangan teknologi dan media digital sangat pesat, banyak anak muda yang lebih tertarik pada hiburan instan seperti video game, media sosial, dan konten digital lainnya. Oleh karena itu, penting untuk menciptakan metode yang lebih menarik agar membaca buku menjadi kebiasaan yang menyenangkan bagi mereka.

Strategi yang Diterapkan dalam Gerakan Literasi Nasional

  1. Meningkatkan Akses Terhadap Buku dan Bacaan Berkualitas
    Salah satu hambatan utama yang mengurangi minat baca adalah kurangnya akses terhadap buku berkualitas, terutama di daerah-daerah terpencil. Melalui GLN, pemerintah berupaya untuk mendistribusikan buku-buku berkualitas ke sekolah-sekolah, perpustakaan, dan komunitas-komunitas lokal. Di samping itu, penerbit dan lembaga pendidikan juga didorong untuk menerbitkan buku-buku yang relevan dengan minat dan kebutuhan generasi muda, agar mereka lebih tertarik untuk membaca.

  2. Program Pembiasaan Membaca Sejak Dini
    Gerakan Literasi Nasional juga menekankan pentingnya membiasakan anak-anak untuk membaca sejak usia dini. Melalui program pembiasaan membaca, anak-anak di sekolah diajak untuk menjadikan membaca sebagai rutinitas sehari-hari. Buku cerita, komik edukatif, dan berbagai materi bacaan lainnya dimanfaatkan untuk membangun minat baca mereka. Selain itu, peran orang tua juga sangat penting dalam menumbuhkan kebiasaan membaca di rumah.

  3. Penerapan Teknologi dalam Literasi
    Di tengah https://stationwestbarandgrill.com/ pesatnya perkembangan teknologi, GLN juga memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan minat baca. Penggunaan e-book, aplikasi literasi, serta platform pembelajaran digital yang menawarkan materi bacaan menarik semakin digalakkan. Ini memungkinkan generasi muda untuk mengakses berbagai jenis bacaan dengan mudah, kapan saja dan di mana saja, sehingga mereka tidak terbatasi oleh ruang dan waktu.

  4. Kompetisi dan Kegiatan Literasi Kreatif
    Untuk lebih menarik perhatian generasi muda, GLN juga menyelenggarakan berbagai kompetisi dan kegiatan yang berhubungan dengan literasi, seperti lomba menulis, membaca puisi, dan pembuatan karya tulis kreatif. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan ruang bagi mereka untuk berekspresi dan menyalurkan minat baca serta menulis mereka dengan cara yang menyenangkan dan bermanfaat.

  5. Pelatihan bagi Guru dan Pendidik
    Program GLN juga melibatkan guru dan pendidik sebagai agen utama dalam mendorong minat baca. Mereka diberikan pelatihan khusus untuk mengintegrasikan kegiatan literasi dalam pembelajaran sehari-hari, menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, serta memberikan contoh yang baik bagi siswa. Dengan begitu, guru tidak hanya menjadi pengajar, tetapi juga pemimpin yang menginspirasi siswa untuk mencintai buku dan membaca.

Manfaat Gerakan Literasi Nasional

  1. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis
    Membaca tidak hanya melatih kemampuan pemahaman teks, tetapi juga membantu generasi muda untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan analitis. Dengan memahami berbagai bacaan, mereka dapat melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang dan membuat keputusan yang lebih baik dalam kehidupan sehari-hari.

  2. Memperkaya Pengetahuan dan Wawasan
    Membaca membuka cakrawala baru dan memberi kesempatan untuk mempelajari berbagai topik yang mungkin tidak dijangkau di ruang kelas. Ini dapat memperkaya pengetahuan siswa dalam berbagai bidang, mulai dari sejarah, sains, budaya, hingga nilai-nilai kehidupan.

  3. Meningkatkan Keterampilan Menulis
    Selain membaca, kegiatan literasi juga melibatkan keterampilan menulis. Dengan rutin menulis, generasi muda dapat meningkatkan kemampuan mengekspresikan ide dan gagasan secara tertulis, yang merupakan keterampilan penting dalam dunia pendidikan dan dunia kerja.

Tantangan yang Dihadapi

Meskipun Gerakan Literasi Nasional telah menunjukkan hasil yang positif, masih ada beberapa tantangan yang perlu diatasi, seperti kesenjangan akses terhadap buku di daerah terpencil, kurangnya minat baca akibat pengaruh media sosial, dan kurangnya dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta sangat penting untuk memastikan keberhasilan gerakan ini.

Kesimpulan

Gerakan Literasi Nasional merupakan langkah penting untuk mengubah budaya membaca di Indonesia, terutama di kalangan generasi muda. Melalui berbagai program dan strategi yang diterapkan, GLN berusaha untuk menumbuhkan minat baca yang tinggi, serta membangun keterampilan literasi yang dapat mendukung kesuksesan akademik dan profesional mereka di masa depan. Dengan adanya gerakan ini, diharapkan Indonesia dapat menciptakan generasi muda yang lebih cerdas, kreatif, dan inovatif dalam menghadapi tantangan global.

Korupsi di Indonesia: Kasus Terbaru dan Upaya Pemberantasan

Korupsi https://lppmp-uho.info/ telah menjadi salah satu masalah utama yang menghambat perkembangan Indonesia. Walaupun berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah, korupsi tetap menjadi tantangan besar dalam membangun negara yang bersih dan berintegritas. Kasus terbaru yang mengemuka kembali memunculkan pertanyaan besar tentang efektivitas pemberantasan korupsi dan komitmen pemerintah dalam memberantasnya.

Kasus Terbaru Korupsi

Salah satu kasus korupsi besar yang baru-baru ini mencuat adalah kasus yang melibatkan pejabat di berbagai tingkat pemerintahan, mulai dari kementerian hingga pemerintah daerah. Misalnya, pada tahun 2024, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan sebuah skandal besar yang melibatkan sejumlah kepala daerah yang terlibat dalam praktik suap dan pemanfaatan anggaran daerah untuk kepentingan pribadi. Kasus ini mengundang kecaman publik karena menunjukkan bahwa korupsi bukan hanya terjadi di level pusat, tetapi juga menjangkiti pemerintahan daerah.

Selain itu, terdapat pula kasus-kasus yang melibatkan sektor bisnis dan korporasi besar yang menggunakan kedekatannya dengan pejabat pemerintah untuk memenangkan proyek-proyek negara dengan cara yang tidak sah. Kasus ini menggambarkan hubungan yang kuat antara dunia usaha dan dunia politik yang seringkali menjadi pintu masuk bagi praktik korupsi.

Upaya Pemberantasan Korupsi

Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia telah dilakukan melalui berbagai kebijakan dan lembaga yang memiliki tugas untuk menindak tegas pelaku korupsi. Salah satu lembaga yang paling aktif dalam memberantas korupsi adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK bekerja sama dengan aparat penegak hukum lainnya untuk menyelidiki, menindak, dan mengadili kasus-kasus korupsi di Indonesia. Namun, meskipun ada upaya serius dari KPK, tantangan besar tetap ada, terutama terkait dengan politik dan kekuasaan yang seringkali mempengaruhi proses hukum.

Beberapa langkah konkret yang telah dilakukan oleh pemerintah antara lain adalah penguatan sistem pengawasan di instansi pemerintahan, peningkatan transparansi anggaran, serta penerapan sistem e-government untuk meminimalisir potensi penyalahgunaan kewenangan. Pemerintah juga terus mendorong pendidikan anti-korupsi kepada masyarakat, agar masyarakat lebih sadar akan dampak buruk korupsi terhadap pembangunan negara.

Namun, salah satu tantangan terbesar dalam pemberantasan korupsi adalah budaya korupsi yang sudah terlanjur mengakar dalam sebagian masyarakat. Banyak individu yang terlibat dalam korupsi melihatnya sebagai hal yang wajar dan bahkan menganggapnya sebagai bagian dari sistem yang ada.

Komitmen untuk Masa Depan

Pemberantasan korupsi di Indonesia tidak bisa dilakukan secara instan. Perlu upaya bersama dari berbagai pihak, baik pemerintah, lembaga-lembaga penegak hukum, maupun masyarakat. Untuk itu, komitmen untuk terus mengedepankan transparansi, akuntabilitas, dan integritas sangat diperlukan. Selain itu, peran serta masyarakat dalam melaporkan tindakan korupsi dan mendukung kebijakan-kebijakan anti-korupsi akan sangat membantu mempercepat pemberantasan korupsi di Indonesia.

Di masa depan, diharapkan akan ada reformasi lebih lanjut yang memperkuat sistem hukum dan mengurangi peluang korupsi. Penguatan lembaga-lembaga yang terlibat dalam pemberantasan korupsi serta upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan moral dan etika di masyarakat harus menjadi fokus utama.

Korupsi memang masih menjadi tantangan besar di Indonesia, namun dengan komitmen dan kerja sama semua pihak, bukan tidak mungkin Indonesia akan berhasil menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi.